II. PEWARNA
Pewarna Alami dan Pewarna Sintetik
Pakaian , tas, sepatu, rambut, makanan dan minuman merupakan beberapa benda disekitar kita yang memiliki beragam warna-warni yang cantik, sehingga membuat kita yang melihatnya tertarik untuk memilikinya. Tapi sebagian besar dari kita tidak tahu dan tidak mau tahu tentang, jenis dari zat warna yang digunakan pada benda-benda tersebut, apakah aman bagi kesehatan dan bagaimana efeknya jika zat warna ini masuk ke dalam tubuh kita. Oleh karena itu, berikut adalah info mengenai zat pewarna khususnya pada makanan.
Secara umum, zat pewarna terbagi atas 2 jenis yaitu pewarna alami yang aman dan pewarna sintetik yang sebagian besar dari jenis ini berbahaya jika dikonsimsi.
Secara umum, zat pewarna terbagi atas 2 jenis yaitu pewarna alami yang aman dan pewarna sintetik yang sebagian besar dari jenis ini berbahaya jika dikonsimsi.
Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan (seperti bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak dahulu sehingga sudah diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat menggolongkan zat warna alami ke dalam golongan zat pewarna yang tidak perlu mendapat sertifikasi atau dianggap masih aman. Jenis-jenis zat pewarna alami yang banyak digunakan dalam industri pangan antara lain ialah zat pewarna asal tanaman, seperti karotenoid, antosianin, klorofil dan curcumin.
Berdasarkan sumbernya, zat pewarna alami dibagi atas:
1. Zat pewarna alami yang berasal dari tanaman, seperti: antosianin, karotenoid, betalains, klorofil, dan kurkumin.
2. Zat pewarna alami yang berasal dari aktivitas mikrobial, seperti: zat pewarna dari aktivitas Monascus sp, yaitu pewarna angkak dan zat pewarna dari aktivitas ganggang.
3. Zat pewarna alami yang berasal dari hewan dan serangga, seperti: Cochineal dan zat pewarna heme.
Berdasarkan komponen zat pewarnanya, pewarna alami dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu:
a. Karotenoid: isoprenoid dan derivatnya.
b. Klorofil dan senyawa heme: pigmen porphyrin.
c. Antosianin: 2-fenilbenzopyrylium dan derivatnya.
d. Pewarna tumbuhan lainnya: betalains, cochineal, riboflavin dan kurkumin.
e. Melanoidin dan karamel: terbentuk selama proses pemanasan dan penyimpanan.
Keuntungan dalam penggunaan pewarna alami adalah tidak adanya efek samping bagi kesehatan. Selain itu, beberapa pewarna alami juga dapat berperan sebagai bahan pemberi flavor, zat antimikrobia, dan antioksidan. Namun penggunaan zat pewarna alami dibandingkan dengan zat pewarna sintetis memiliki kekurangan, yaitu pewarnaannya yang lemah, kurang stabil dalam berbagai kondisi, aplikasi kurang luas dan cenderung lebih mahal.
Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan (seperti bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak dahulu sehingga sudah diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat menggolongkan zat warna alami ke dalam golongan zat pewarna yang tidak perlu mendapat sertifikasi atau dianggap masih aman. Jenis-jenis zat pewarna alami yang banyak digunakan dalam industri pangan antara lain ialah zat pewarna asal tanaman, seperti karotenoid, antosianin, klorofil dan curcumin.
Berdasarkan sumbernya, zat pewarna alami dibagi atas:
1. Zat pewarna alami yang berasal dari tanaman, seperti: antosianin, karotenoid, betalains, klorofil, dan kurkumin.
2. Zat pewarna alami yang berasal dari aktivitas mikrobial, seperti: zat pewarna dari aktivitas Monascus sp, yaitu pewarna angkak dan zat pewarna dari aktivitas ganggang.
3. Zat pewarna alami yang berasal dari hewan dan serangga, seperti: Cochineal dan zat pewarna heme.
Berdasarkan komponen zat pewarnanya, pewarna alami dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu:
a. Karotenoid: isoprenoid dan derivatnya.
b. Klorofil dan senyawa heme: pigmen porphyrin.
c. Antosianin: 2-fenilbenzopyrylium dan derivatnya.
d. Pewarna tumbuhan lainnya: betalains, cochineal, riboflavin dan kurkumin.
e. Melanoidin dan karamel: terbentuk selama proses pemanasan dan penyimpanan.
Keuntungan dalam penggunaan pewarna alami adalah tidak adanya efek samping bagi kesehatan. Selain itu, beberapa pewarna alami juga dapat berperan sebagai bahan pemberi flavor, zat antimikrobia, dan antioksidan. Namun penggunaan zat pewarna alami dibandingkan dengan zat pewarna sintetis memiliki kekurangan, yaitu pewarnaannya yang lemah, kurang stabil dalam berbagai kondisi, aplikasi kurang luas dan cenderung lebih mahal.
Pewarna Sintetik
Karena kekurangan yang dimiliki oleh zat pewarna alami, beberapa produsen memilih untuk menggunakan pewarna sintesis. Zat pewarna sintesis merupakan zat warna yang berasal dari zat kimia, yang sebagian besar tidak dapat digunakan sebagai pewarna makanan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama fungsi hati di dalam tubuh kita.
Proses pembuatan zat warna sintesis biasanya melalui penambahan asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai produk akhir,harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada
Minimnya pengetahuan produsen mengenai zat pewarna untuk bahan pangan, menimbulkan penyalahguanaan dalam penggunaan zat pewarna sintetik yang seharusnya untuk bahan non pangan digunakan pada bahan pangan. Hal ini diperparah lagi dengan banyaknya keuntungan yang diperoleh oleh produsen yang menggunakan zat pewarna sintetik (harga pewarna sintetik lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami ). Ini sungguh membahayakan kesehatan konsumen, terutama anak-anak yang sangat menyukai bahan pangan yang berwarna-warni.
Contoh-contoh zat pewarna sintesis yang digunakan antara lain indigoten, allura red, fast green, tartrazine.
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu:
1. Dyes
Merupakan zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran warna dan pasta. Biasanya digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain.
2. Lakes
Merupakan pigmen yang dibuat melalui proses pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.
Karena kekurangan yang dimiliki oleh zat pewarna alami, beberapa produsen memilih untuk menggunakan pewarna sintesis. Zat pewarna sintesis merupakan zat warna yang berasal dari zat kimia, yang sebagian besar tidak dapat digunakan sebagai pewarna makanan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama fungsi hati di dalam tubuh kita.
Proses pembuatan zat warna sintesis biasanya melalui penambahan asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai produk akhir,harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada
Minimnya pengetahuan produsen mengenai zat pewarna untuk bahan pangan, menimbulkan penyalahguanaan dalam penggunaan zat pewarna sintetik yang seharusnya untuk bahan non pangan digunakan pada bahan pangan. Hal ini diperparah lagi dengan banyaknya keuntungan yang diperoleh oleh produsen yang menggunakan zat pewarna sintetik (harga pewarna sintetik lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami ). Ini sungguh membahayakan kesehatan konsumen, terutama anak-anak yang sangat menyukai bahan pangan yang berwarna-warni.
Contoh-contoh zat pewarna sintesis yang digunakan antara lain indigoten, allura red, fast green, tartrazine.
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu:
1. Dyes
Merupakan zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran warna dan pasta. Biasanya digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain.
2. Lakes
Merupakan pigmen yang dibuat melalui proses pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.
Perbedaan antara pewarna alami dan pewarna buatan
Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna yang lebih menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna alami karena lebih aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami tidak memiliki efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun pewarna buatan dipilih karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan zat pewarna alami. Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan kedua jenis pewarna tersebut.
Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna yang lebih menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna alami karena lebih aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami tidak memiliki efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun pewarna buatan dipilih karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan zat pewarna alami. Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan kedua jenis pewarna tersebut.
Tabel Perbedaan pewarna alami dan buatan
Pewarna alami | Pewarna buatan |
Lebih aman dikonsumsi. | Kadang-kadang memiliki efek negatif tertentu. |
Warna yang dihasilkan kurang stabil, mudah berubah oleh pengaruh tingkat keasaman tertentu. | Dapat mengembalikan warna asli, kestabilan warna lebih tinggi, tahan lama, dan dapat melindungi vitamin atau zat-zat makanan lain yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan. |
Untuk mendapatkan warna yang bagus diperlukan bahan pewarna dalam jumlah banyak. | Praktis dan ekonomis |
Keanekaragaman warnanya terbatas | Warna yang dihasilkan lebih beraneka ragam. |
Tingkat keseragaman warna kurang baik | Keseragaman warna lebih baik. |
Kadang-kadang memberi rasa dan aroma yang agak mengganggu. | Biasanya tidak menghasilkan rasa dan aroma yang mengganggu. |
Efek negative dari mengonsumsi pewarna sintesis
Hiperaktivitas adalah suatu kondisi ketika anak mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dan mengontrol perilaku mereka.
Pada bulan November 2007, sebuah hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis terkemuka Lancet mengungkapkan bahwa beberapa zat pewarna makanan meningkatkan tingkat hiperaktivitas anak-anak usia 3-9 tahun. Anak-anak yang mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna buatan selama bertahun-tahun lebih berisiko menunjukkan tanda-tanda hiperaktif. Selain risiko hiperaktif, sekelompok sangat kecil dari populasi anak (sekitar 0,1%) juga mengalami efek samping lain seperti: ruam, mual, asma, pusing dan pingsan.
Berikut adalah beberapa jenis pewarna buatan yang populer dan efek samping yang ditimbulkan:
1. Tartrazine (E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu orang , tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang sensitif terhadap aspirin.
2. Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah.
Dalam beberapa penelitian ilmiah, zat ini telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian tumor pada hewan dan kerusakan kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh lebih tinggi dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek dan jangka panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
3. Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia. US Food and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2000 telah menyita permen dan makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau 4R. Pewarna aditif ini juga dapat meningkatkan serapan aluminium sehingga melebihi batas toleransi.
4. Allura Red (E129)
Allura Red adalah pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara lain, termasuk Belgia, Perancis, Jerman, Swedia, Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang mengkonsumsi Allura Red. Dalam studi itu, 52 peserta yang telah menderita gatal-gatal atau ruam kulit selama empat minggu atau lebih diikutkan dalam program diet yang sama sekali tidak mengandung Allura Red dan makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan ruam atau gatal-gatal. Setelah tiga minggu tidak ada gejala, para peserta kembali diberi makanan yang mengandung Allura Red dan dimonitor. Dari pengujian itu, 15% kembali menunjukkan gejala ruam atau gatal-gatal.
5. Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan minuman energi. Zat ini sudah dilarang di banyak negara termasuk Australia, Amerika, Jepang dan Norwegia karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma.
Cara yang dapat dilakukan untuk menghindari penggunaan zat warna buatan dalam produk makanan adalah sebagai berikut:
1. Setiap kali membeli produk makanan, baca jenis dan jumlah pewarna yang digunakan dalam produk tersebut.
2. Perhatikan label pada setiap kemasan produk. Pastikan di label itu tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang tertulis: “POM dan Nomor izin pendaftaran”. Atau jika produk tersebut hasil industri rumah tangga maka harus ada nomor pendaftarannya yang tertulis : “ P-IRT dan nomor izin pendaftaran”.
3. Untuk produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya pilih makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok, karena kemungkinan warna tersebut berasal dari bahan pewarna bukan makanan (non food grade) seperti pewarna tekstil.
1. Setiap kali membeli produk makanan, baca jenis dan jumlah pewarna yang digunakan dalam produk tersebut.
2. Perhatikan label pada setiap kemasan produk. Pastikan di label itu tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang tertulis: “POM dan Nomor izin pendaftaran”. Atau jika produk tersebut hasil industri rumah tangga maka harus ada nomor pendaftarannya yang tertulis : “ P-IRT dan nomor izin pendaftaran”.
3. Untuk produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya pilih makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok, karena kemungkinan warna tersebut berasal dari bahan pewarna bukan makanan (non food grade) seperti pewarna tekstil.
0 komentar:
Posting Komentar